Open top menu

Selamat datang...disini berisi tulisan-tulisan yang bersifat kontemplatif, sekedar berisi catatan-catatan sederhana tentang sebuah organ pergerakan pelajar di Indonesia, sebuah negara yang sebagaimana dalam sebuah puisi Adhie Massardi disebut dengan Negeri Para Bedebah. Pelajar Islam Indonesia atau Indonesian Moslem Students Association [IMSA] dan biasa disingkat dengan PII, adalah sebuah organ pergerakan pelajar Islam yang terlahir dari tangan dingin seorang pelajar kala itu pada tahun 1927 yang bernama Joezdi Ghozali. Organ ini terlahir di kota (yang dulunya dikenal dengan kota pelajar, entah sekarang...) Yogyakarta. Organ ini mengalami 5 zaman (kemerdekaan, orde lama, orde baru,reformasi dan kini entah apa lagi..) dalam perjalanannya. Jejak haru biru pergerakan ini turut mewarnai konstelasi pergerakan kebangsaan negeri ini, dengan banyaknya kader-kader alumni PII yang merangsek dalam berbagai peran yang ada dari sekedar bloger hingga wakil presiden , terlahir dari perutnya.


Bangga?seharusnya, namun pergerakan ini hingga detik ini terlihat renta dan lelah dengan segala beban sejarah masa lalu yang senantiasa ikut ditarik bersamanya dalam setiap periode ke periodesasi kepenggurusannya dari komisariat hingga tataran PB (Penggurus Besar) bahkan mungkin PKBPII (Perhimpunan Keluarga Besar Alumni PII). Hingga beban ini ketika semakin sarat dengan perjalanan waktu dengan segala dinamikanya, organ ini sebagaimana secara logika etik dapat dengan mudah ditebak, kehilangan dirinya sendiri dan tertumpuk oleh jejak manis sejarahnya. Lantas untuk apa web gratisan ini dibuat?entahlah...Hanya saja web ini memang sederhana sesedehana ide dengan segala kekurangajarannya. Tulisan-tulisan disini ditulis tanpa pretensi maupun kepentingan untuk menampar wajah orang lain, mengumpat nama orang lain bahkan meninjak-injak harga..diri organ dan orang-orang yang masih exist (yang mengaku aktivis) hingga detik ini tulisan terbaca oleh mereka :).


Tanpa berniat untuk ''memberi garam pada lau pun samudera bahkan, yang tentu saja tanpa digarami pastilah sudah berasa asin sekali''.


Dan akhirnyal....silahkan duduk dengan tenang, ambil posisi yang nyawan, sambil menyeduh kopi dan tentu saja menyalakan sebatang rokok (yang merokok) silahkan, dan selanjutnya temani saya untuk berkontemplasi (walau dengan kesederhanaan) tentang PII dengan segala warna-warninya, dengan segala melankolisme sejarahnya, dengan segala kebodohan-kepintaran orang-orang didalamnya dan tentang substantif-filosofis dasar organ ini dalam kini dan nantinya.


Terimakasih dan Salam peluk hangat dari saya haha...
Have a nice day Indonesia






Sejarah Pelajar Islam Indonesia [PII]

 

Pembentukan

Salah satu faktor pendorong terbentuknya Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah dualisme sistem pendidikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme Belanda, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Masing-masing dinilai memiliki orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara sekolah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok pesantren menganggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orangkafir karena produk kolonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum dengan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menilai santri pondok pesantren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan sebutan "santri kolot" atau santri "teklekan".
Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar, yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) namun organisasi tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Hal ini menjadi kerisauan seorang pelajar STI YogyakartaJoesdi Ghazali. Oleh karena itu, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika sedang beri'tikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, muncul gagasan untuk membentuk suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan pelajar Islam. Gagasan tersebut kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung SMP Negeri 2 Setyodiningratan, Yogyakarta. Peserta pertemuan tersebut antara lain: Anton Timur DjaelaniAmien Sjahri, dan Ibrahim Zarkasji. Semua yang hadir bersepakat untuk mendirikan organisasi pelajar Islam.
Joesdi Ghazali kemudian menyampaikan kesepakatan tersebut dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1 April 1947. Kongres menyetujui gagasan Joesdi Ghazali dan memutuskan melepas GPII Bagian Pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk. Selanjutnya peserta kongres GPII yang kembali ke daerah masing-masing juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi khusus pelajar Islam di daerah masing-masing.
Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Minggu, 4 Mei 1947, diadakan pertemuan di kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Joesdi GhozaliAnton Timur Djaelani, dan Amien Syahri dari GPII Bagian Pelajar, Ibrahim Zarkasji dari Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta, serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat yang dipimpin oleh Joesdi Ghozali itu kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00, 4 Mei 1947 M/ 12 Jumadits Tsani 1366 H. Hari pembentukan PII tersebut diperingati sebagai Hari BangkitPII (HARBA PII). Hal dianggap sebagai momen kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah terakumulasi, sehingga tidak digunakan istilah hari lahir atau hari ulang tahun.

Revolusi Fisik

Tak lama setelah PII berdiri pada tahun, pada tahun 1947 Belanda melancarkan agresi militer yang pertama. Dalam agresi ini kader PII terlibat dalam revolusi fisik melalui pembentukan Brigade PII di Ponorogo pada 6 November 1947 yang dipimpin oleh Abdul Fattah Permana. Korps yang baru dibentuk ini ikut serta sebaga pendamping Jenderal Sudirman dalam perang gerilya. Secara khusus Jenderal Sudirman mengapresiasi peran PII dalam pidatonya pada peringatan Hari Bangkit I PII tahun 1948 di Yogyakarta
"Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku di PII, sebab saya tahu bahwa telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara. Teruskan perjuanganmu. Hai anak-anakku Pelajar Islam Indonesia. “Negara di dalam penuh onak dan duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia."
Masa konsolidasi PII dimulai setelah tahun 1952. Pada saat itu jumlah anggota PII dan kepengurusan PII sudah meluas se-Indonesia. Pada tahun ke-4 (1951) berdirinya PII, PII sudah menjadi organisasi pelajar yang terbesar di Indonesia. Daerah dan Cabang PII tersebar dari Aceh sampai Ternate, tidak kurang jumlahnya 127 buah dengan jumlah anggota 127.000 orang. Meningkatnya jumlah kader PII ini karena beberapa keputusan umat Islam sebelumnya, khususnya pada “Konggres Muslimin Indonesia tahun 1949” memutuskan bahwa satu-satunya Organisasi Pelajar Islam adalah “Pelajar Islam Indonesia (PII)”. Juga pada saat Konggres Muslimin Indonesia itu, PII menjadi salah satu panitia utama konggres sehingga PII punya kesempatan bertemu dan berdialog dengan berbagai kalangan ulama Indonesia yang memiliki basis massa pesantren sangat besar. Seperti K.H. Ali Maksum, K.H. Imam Zarkasyi, utusan ulama dari Aceh Teuku Daud Beureuh yang berdialog tentang kemungkinan berfusinya TPI Aceh dengan PII Yogyakarta.
Sebelum KMI, PII juga menyelenggarakan konggres pendahuluan di Yogyakarta pada 20-25 Desember 1949, menghasilkan dua keputusan penting: (a). Akan dilaksanakan KONBES III di Bandung pada tanggal 27-31 Maret 1950. (b). Diputuskan hanya 1 organisasi pelajar yaitu PII. Point2 penting keputusan Konggres Pendahuluan III di Yogyakarta dan hasil Konggres Muslimin Indonesia di Yogyakarta dibicarakan kembali dalam Konferensi Besar III di Bandung. KONGRES III di Bandung, dihadiri wakil-wakil dari seluruh kepulauan Indonesia. Hasil yang sangat penting dalam sejarah perjuangan PII adalah adanya peleburan dari organisasi pelajar Islam lokal di beberapa tempat:
• Persatuan Pelajar Islam (PPI) yang berpusat di Makasar. • Persatuan Pelajar Islam Indonesia (PERPINDO) yang berpusat di Kutharadja Aceh. • PII Jakarta Raya yang secara organisatoris belum tergabung dalam organisasi PII yang berusat di Yogyakarta. • Kesatuan organisasi pelajar Islam adalah PII • Penyempurnaan AD ART • Menyusun program baru. • Pembubaran Brigade dan Tentara Pelajar Islam (TPI) regimen Aceh sesuai dengan UU Pemerintah No. 32 1949. • Membuat wadah bagi eks Brigade dan TPI dengan nama “barisan pergerakan tenaga” dan dialihkan perjuangannya kepada kepanduan dengan tujuan untuk membela kehormatan agama bangsa dan organisasi. Kepanduan itu dengan nama Pandu Islam Indonesia.
Keputusan KONBES III di Bandung merupakan pilar ke 3 PII yang secara tegas memutuskan semangat persatuan dengan terjadinya “fusi” disemua organisasi lokal “pelajar Islam” di Indonesia. maka tidak heran, PII pada tahun 1951 menjadi organisasi terbesar se-Indonesia, bahkan se-Dunia.

AFS

Pada tahun 50-an PII melakukan berbagai kerja sama pendidikan dengan berbagai negara. Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah American Field Service (AFS) berupa pertukaran pelajar di Indonesia dengan di Amerika. Beberapa kader PII yang merupakan alumni AFS ini adalah Taufiq Ismail, Tanri Abeng, dan ZA. Maulani. Belakangan program ini diambil alih oleh Pemerintah RI.

Angkatan 66


Pahlawan Ampera dari PII
Setelah mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959, Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaaan negara di tangannya sendiri. Soekarno mengajukan konsep persatuan antar ideologi yang dikenal dengan NASAKOM (Nasionalis-Agama-Komunis). PII yang sejak semula tidak sejalan dengan PKI menolak konsep itu bersama dengan elemen lain seperti HMI dan GPII. Pada tahun 1962, GPII dibubarkan serta dilanjutkan dengan usaha pembubaran HMI. Saat itulah PII mengeluarkan pernyataan, "Langkahi mayat PII sebelum membubarkan HMI".
Perseteruan PII dan PKI terus berlanjut terutama setelah pembubaran Masjumi di tahun 1960. PKI menggelari anak-anak PII sebagai Masjumi bercelana pendek. Puncak perseteruan itu berubah menjadi teror yang dilancarkan oleh organ PKI di Kanigoro, Kediri. Teror ini dikenal sebagai Teror Subuh di Kanigoro (Kanigoro Affairs) pada Januari 1965. Saat itu ratusan kader PII yang sedang melaksanakan kegiatan Mental Training diserbu oleh ratusan organ PKI.
Pada tahun 1966 PII mengkonsolidasi kekuatan pemuda pelajar dalam sebuah gerakan bernama KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Ketua Umum PB PII saat itu, M. Husni Thamrin, dipilih sebagai Sekretaris Jenderal KAPPI. Segera setelah itu KAPPI berdiri di berbagai daerah di Indonesia melalui jaringan PII sebagai pelopornya. KAPPI menjadi sarana efektif penyuaraan Tritura setelah terkekangnya aktivitas KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan KAPPI tak jarang mengakibatkan kontak fisik dengan aparat keamanan. Beberapa kader PII/KAPPI tewas dalam gelombang demonstrasi tersebut antara lain Ichwan Ridhwan Rais di Jakarta, Hasanuddin di Banjarmasin, Syarif Alqadri di Makassar, Ahmad Karim di Bukittinggi, dan masih banyak yang lainnya.

Bawah Tanah

Pada tahun 1985 pemerintah Orde Baru menerbitkan Undang-Undang Keormasan No. 8 tahun 1985. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa setiap organisasi kemasyarakatan di Indonesia harus mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas atau asas tunggal. Undang-undang ini merupakan bagian dari paket Undang-Undang Politik dimana sebelumnya telah ada undang-undang yang mengatur hal yang sama untuk Partai Politik. Organisasi Kemasyarakatan diberi waktu selama dua tahun untuk menyesuaikan diri sebelum dikenai sanksi.
Terdapat tarik-menarik yang cukup heboh tentang masalah ini. Pada prinsipnya semua organisasi kemasyarakatan sepakat dan mengakui Pancasila sebagai dasar negara namun terjadi penolakan apabila semua organisasi dipaksakan menyesuaikan asas mereka dengan dasar negara. NU adalah ormas Islam yang paling cepat menyesuaikan diri dengan UU tersebut. SedangkanMuhammadiyah akhirnya menerima setelah melalui proses yang cukup alot. HMI yang merupakan organisasi mahasiswa Islam terbesar akhirnya pecah menjadi dua kubu yakni HMI Dipo di bawah pimpinan Harry Azhar Aziz yang kemudian dilanjutkan oleh M. Saleh Khalid dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di bawah pimpinan Eggie Sudjana. Kubu Dipo menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas sedangkan HMI MPO menolak menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Kedua HMI ini masing-masing mengaku sebagai HMI yang sah.
Di PII sendiri bukan tidak ada perbedaan pendapat tentang masalah ini. Sebagian memilih menyesuaikan diri dan sebagian yang lain menolak. Kubu yang menolak beralasan bahwa negara tidak boleh mengatur secara paksa urusan internal ormas. Sementara kelompok yang menerima beralasan bahwa PII tidak perlu terlalu memperhatikan masalah itu karena pada dasarnya PII akan lebh banyak berkutat pada masalah pelajar. Tarik-tarik ini baru selesai pada saat Deklarasi Cisarua yang memutuskan bahwa PII menolak menyesuaikan diri dengan asas tunggal. Pada 17 Juni 1987, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan pembekuan PII dan larangan segala aktivitas yang mengatasnamakan PII di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah dibekukan, secara resmi PII sudah terlarang melakukan berbagai aktivitas di Indonesia. Namun pada kenyataannya kegiatan PII tetap berjalan seperti biasa namun disiasati dengan menggunakan nama samaran. Di beberapa daerah, Pengurus Daerah PII berkegiatan dengan menggunakan nama Kelompok Belajar, Kelompok Pengajian, Kelompok Arisan, serta Kelompok Hobi. Untuk kegiatan Kaderisasi, PB PII mengantisipasi dengan memperkenalkan model kaderisasi yang disebut "Sebelas Bintang, Matahari Plus Rembulan". Model ini dengan segera berkembang menjadi sistem kaderisasi alternatif selama masa pembekuan. Dengan cara ini, kegiatan PII tetap berjalan walaupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Reformasi

Menjelang Reformasi 1998, PII sedang mempersiapkan diri untuk kembali menjadi organisasi formal dalam pentas gerakan pemuda/pelajar di Indonesia. Untuk itu PII menerapkan "Strategi Kulit Bawang" dimana PII mempunyai dua Anggaran Dasar. Satu Anggaran Dasar yang asli untuk kebutuhan internal, dan satu lagi Anggaran Dasar samaran untuk legalisasi di Departemen Dalam Negeri.
Dari segi kaderisasi, PII sebelum reformasi juga menyiapkan sistem kaderisasi terbaru bernama Sistem Ta'dib.

Keanggotaan dan Kepemimpinan

Keanggotaan

Keanggotaan di PII ditandai dengan beberapa jenis. Jenis pertama Anggota Tunas yaitu pelajar tingkat seolah dasar yang mengikuti kegiatan pembinaan di PII. Kedua, Anggota Muda yakni pelajar tingkat sekolah menengah yang mengikuti pembinaan PII. Ketiga, Anggota Biasa yakni pelajar tingkat menengah yang telah mengikuti Basic Training PII. Keempat, Anggota Luar Biasa yakni pelajar asing yang menjadi Anggota PII. Kelima, Anggota Kehormatan yakni orang-orang yang berjasa pada PII dan diangkat sebagai anggota.
Dari semua jenis anggota itu yang mempunya hak dan kewajiban penuh untuk beraktivitas, dipilih dan memilih di PII hanya Anggota Biasa.

Kepemimpinan 

Pengurus Komisariat

Pengurus Komisariat PII adalah unit terdepan pembinaan pelajar. Pengurus Komisariat berbasis di sekolah SMP atau SMA, Mesjid, atau Kelurahan. Pengurus Komisariat dipilih dalam Musyawarah Komisariat untuk masa bakti 1 tahun. Personil Pengurus Komisariat berusia rata-rata 13-17 tahun.

Pengurus Daerah

Pengurus Daerah PII adalah unit Kepemimpinan satu tingkat di atas Komisariat. Pengurus Daerah berbasis di daerah Kota atau Kabupaten walaupun tidak tertutup kemungkinan ada 2 pengurus daerah dalam satu kabupaten. Pengurus Daerah dipilih dalam Konferensi Daerah untuk masa bakti 1 tahun. Personil Pengurus Daerah berusia rata-rata 13-17 tahun. Dalam satu Pengurus Daerah biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Daerah Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Daerah Badan Otonom Brigade PII. Di Pengurus Daerah juga terdapat Korps Pemandu dan Muallim atau lebih dikenal dengan Dewan Ta'dib Daerah (DTD).

Pengurus Wilayah

Pengurus Wilayah PII adalah unit Kepemimpinan satu tingkat di atas Daerah. Pengurus Wilayah berbasis di daerah Propinsi walaupun tidak tertutup kemungkinan ada 2 pengurus wilayah dalam satu propinsi. Pengurus Wilayah dipilih dalam Konferensi Wilayah untuk masa bakti 2 tahun. Personil Wilayah berusia rata-rata 18-22 tahun atau sedang menjadi mahasiswa S1. Dalam satu Pengurus Wilayah biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Wilayah Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Wilayah Badan Otonom Brigade PII. Di Pengurus Wilayah juga terdapat Korps Instruktur atau lebih dikenal dengan Dewan Ta'dib Regional (DTR).

Pengurus Besar

Pengurus Besar PII adalah unit Kepemimpinan tertinggi di PII. Pengurus Wilayah dipilih dalam Muktamar Nasional untuk masa bakti 3 tahun. Personil Pengurus Besar rata-rata diisi oleh mahasiswa S1 tingkat akhir dan Mahasiswa S2. Dalam Pengurus Besar biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Pusat Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Pusat Badan Otonom Brigade PII ditambah dengan Badan dan Lembaga Khusus. Di Pengurus Besar terdapat Dewan Ta'dib.

Badan Otonom

Korps Brigade PII

Lambang Brigade PII


Brigade PII adalah badan otonom PII yang berbentuk kelasykaran/ketentaraan. Ia ia merupakan salah satu dari pasukan rakyat yang berjuang melawan penjajah. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, terbentuk lasykar-lasykar dari rakyat banyak yang turut membantu TKR (Tentara Keamanan Rakyat)antara lain TRI Hizbullah, BPRI (Baris dan Pemberontakan RI), TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar Jawa Timur), Sabilillah, Tentara Pelajar IPPI, TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh), CM Corps – Mahasiswa, CP (Corps Pelajar Solo) dan lain sebagainya.
Brigade PII diresmikan pada tanggal 6 November 1947 dengan Komandan Abdul Fattah Permana. Walaupun baru diresmikan pada tahun 1947, sebenarnya sebelumnya telah ada aktivitas ke-brigade-an di PII. Satuan yang telah ada sebelum peresmian Brigade PII adalah TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh). Terdapar sebanya 12.000 orang anggotanya yang langsung dikoordinir di bawah komando Komandan Koordinator Pusat Brigade PII saat itu. Di antara pimpinan TPI Aceh ialah Hasan Bin Sulaiman, Hamzah S.H., dan Ismail Hasan Metareum SH
Brigade PII juga terlibat dalam perlawanan terhadap pemberontakan PKI di Madiun. Pada saat itu, Komandan Brigade PII Madiun Surjo Sugito yang masih belajar di Sekolah Menengah, tewas. Ketika era bawah tanah, peran Brigade yang paling utama adalah menyelamat missi dan eksistensi organisasi. Tak jarang Brigade memainkan peran yang seharusnya diperankan oleh badan induk PII yang sedang dibekukan oleh pemerintah Orde Baru.

Korps PII Wati

Lambang PII Wati
Korps PII adalah Badan Otonom PII yang khusus melakukan pembinaan pelajar putri. Pada awalnya gagasan Korps PII Wati lahir di Training Centre (TC) Keputerian PII se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 20-28 Juli 1963 di Surabaya. Dalam TC berkembang kesadaran kuat untuk meningkatkan peranan dan kualitas kader dan kepemimpinan PII Wati serta menghapus citra negatif peran PII Wari hanya sebagai pengelola konsumsi. Selain itu juga ada fakta bahwa kesempatan bagi pelajar puteri untuk mengembangkan diri di PII relatif lebih terbatas dan pendek dibandingkan pelajar putra. Oleh karena itu peserta TC merumuskan gagasan pembentukan suatu wadah alternatif yang diharapkan mampumempercepat proses kaderisasi kepemimpinan puteri dalam masa aktif yang pendek tersebut.
Pada akhir 1963, Bagian Keputrian PW PII Yogjakarta Besar mulai membentuk Korps PII Wati Yogjakarta Besar. Selanjutnya dalam sidang keputerianMuktamar PII X Juli 1964 di Malang, Koprs PII Wati Yogyakarta Besar diwakili St. Wardanah AR, Masyitoh Sjafei dan Hafsah Said mengajukan usulan pembentukan Koprs PII Wati. Sementara Sri Sjamsiar dari PB PII juga mengajukan usul serupa. Kedua usulan itu diterima dalam Muktamar tersebut. Selanjutnya Rapat Pleno I PB PII periode 1964-1966 yang dilangsungkan pada tanggal 6 September 1964 menugaskan Sri Sjamsiar selaku Ketua IV untuk mengkoordinir tindak lanjut Keputusan Muktamar X itu. Sebagai hasil dari tindak lanjut tersebut terbentuk Koprs PII Wati dengan Ketua pertama Siti Habibah Idris.
Dalam perkembangan selanjutnya, Korps PII Wati semakin mandiri. Pengurus Korps PII wati tidak lagi dipilih dari bidang keputrian, namun dipilih dalam musyawarah khusus dalam institusi musyawarah PII. Korps PII wati juga memiliki struktur yang otonom sampai ke tingkat komisariat PII.

[sunting]Pengurus Besar dari masa ke masa

NoForumKetua UmumSekretaris JenderalKomandan BrigadeKetua PII WatiDariSampai
1Rapat Pendirian, Kauman Yogyakarta, 4 Mei 1947Joesdi GhazaliIbrahim Zarkasjibelum adabelum ada19471947
2Kongres I, Solo, Jawa Tengah Juli 1947NoersjafJoesdi GhazaliAbdul Fattah Permanabelum ada19471948
3Kongres II, Blitar, Jawa Timur, 1948Anton Timoer DjailaniA. Halim Tuasikal
belum ada19481950
4Kongres III, Bandung, Jawa BaratAnton Timoer DjailaniA. Halim Tuasikal
belum ada19501952
5Maret 1950 Kongres IV, Surabaya, Jawa Timur, Oktober 1952Ridwan HasjimA. Halim Tuasikal
belum ada19521954
6Kongres V, Kediri, Jawa Timur, Februari 1954Amir Hamzah WirjosoekantoIchwan Harjadi
belum ada19541956
7Kongres VI, Semarang, Jawa Tengah, Januari 1956Ali UndajaAbdurahman Asy'ari
belum ada19561958
8Kongres VII, Palembang, Sumatra Selatan, Januari 1958Wartomo DwijuwonoAgus Sudono
belum ada19581960
9Kongres VIII, Cirebon, Jawa Barat, Juli 1960Thaher SahabuddinEndang T. Djauhari
belum ada19601962
10Muktamar Nasional IX, Medan, Sumatera Utara, Juli 1962Ahmad DjuwaeniHartono Mardjono
belum ada19621964
11Muktamar Nasional X, Malang, Jawa Timur, Juli 1964Syarifuddin Siregar PahuM. Husni Thamrin
St. Habibah Idris19641966
12Muktamar Nasional XI, Bandung, Jawa Barat, Agustus-September 1966M. Husni Thamrin (1966),Utomo Dananjaya (1966-1969)Utomo Dananjaya (1966), Khozien Arief (1966-1969)Gomsoni YasinWifra Ilyas19661969
12
M. Husein UmarMansyur M. Amin

19661969
14Muktamar Nasional XII, Makassar, Sulawesi Selatan, Agustus 1969M. Husein UmarMansyur M. Amin

19691973
14
Usep FathuddinKhozien Arief

19691973
15Muktamar Nasional XIII, Bandung, Jawa Barat, April 1973Yusuf RahimiAchmad Djauhari
Nurdiati Akma19731976
16Muktamar Nasional XIV, Jakarta, Juli 1976Ahmad Jonanie AloetsjahNasroul Hamzah

19761980
17Muktamar Nasional XV, Surabaya, Jawa Timur, Januari 1980Masyhuri Amin MukhriM. Ibnu Sulaiman

19801983
18Muktamar Nasional XVI, Jakarta, Juni 1983Mutammimul UlaA. Rasyid Muhammad

19831986
19Muktamar Nasional XVII, Bogor, Jawa Barat, September 1986Chalidin YacobsMukhlis Abdi

19861989
20Muktamar Nasional XVIII, Yogyakarta, Oktober 1989Agus SalimAbdullah Baqir Zein

19891992
21Muktamar Nasional XIX, Garut, Jawa Barat, Desember 1992Syaefunnur MaszahAbdul Rahman Farid
Marfuah Musthafa19921995
22Muktamar Nasional XX, Bogor, Jabar, 26-29 Januari 1995Abdul Hakam NajaZaenul Ula MJ (1995-1996), Asep Efendi (1996-1997), Subarman HS (1997-1998)SupriatnaIstianah Hamid19951998
23Muktamar Nasional XXI, Jakarta, 25-29 Mei 1998Djayadi HananIrfan Maulana Amrullah (1998-1999), Rofiq Azhar (1999-2000)Ujang Supriadi (1998-1999), Herry D. Kurniawan (1999-2000)Tirta Murlina19982000
24Muktamar Nasional XXII, Banda Aceh, DI. Aceh, 11-16 Juli 2000Abdi RahmatFajar Nursahid (2000-2001), Muhammad Sudjatmoko (2001-2002)Muhammad Shood SolehuddinNani Hayati (2000-2002), Desi Refida Minda Sari (2002)20002002
25Muktamar Nasional XXIII, Makassar, Sulawesi Selatan, 8 – 14 Juli 2002ZulfikarRomdin Azhar (2002-2003), Tri Suhari Yadi (2003-2004)Zaenal AbidinAryani Patimah20022004
26Muktamar Nasional XXIV, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 18 – 26 Juli 2004DelianurJen Zuldi RZ (2004-2005), Pujo Priyono (2005-2006)NurdiansyahHanik Riwayati20042006
27Muktamar Nasional XXV, Ambon, Maluku, 06 - 12 Juli 2006Muhammad Zaid MarkarmaNuril Anwar (2006-2007), Yudi Helfi (2007-2008)Deni Rusdiana (2006-2008), Jamaluddin Hidayat (2008)Nur Amelia20062008
28Muktamar Nasional XXVI, Pontianak, Kalimantan Barat, 8-16 Juli 2008Nashrullah Al-GhifaryAhmad Jojon NovandriAhmad SyahidinNur Amelia (2008-2009), Ulfa Elvia Baroroh (2009-2010)20082010
29Muktamar Nasional XXVII, Serang, Banten, 2010Muhammad RidhaRidhwan Zulmi (2010-2011), Dede Rahmat (2011-2012)Zulfikar KareungMaryam Ali20102012
30Muktamar Nasional XXVIII, Palu, Sulawesi Tengah, 2012Randy MucharimanAhmad ZakiAdi Surya LasnyKartika Mayasari20122015

Kaderisasi

Organisasi ini mempunyai pola kaderisasi berjenjang yang mengkombinasikan aktivisme, intelektualisme, dan religiusitas yang disebut Ta'dib. Istilah Ta'dib yang dikembangkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas memberikan makna bagi penyelenggaraan kaderisasi di PII. Istilah Ta'dib tidak sekedar digunakan sebagai pembeda dari istilah tarbiyah ,yang tidak bermakna spesifik karena konsep tarbiyah bersifat umum sementara ta'dib lebih bersifat spesifik pada pendidikan dalam rangka menciptakan manusia yang lebih beradab. Akan tetapi konsep Ta'dib dipakai untuk suatu visi luas dan mendepan yang dimiliki oleh PII sejak kelahirannya di tahun 1947.
Ta'dib sendiri merupakan sistem kaderisasi mutakhir yang digunakan PII sejak era reformasi yang menandai munculnya kembali PII di ranah kehidupan publik setelah dibekukan oleh perintahorde baru dalam kasus pemaksaan asas tunggal. Sistem ini mengkombinasikan tiga model pembinaan kader melalui jalur training, ta'lim dan kursus.

Training

Training merupakan jantung kaderisasi PII. Durasi training berlangsung selama masing-masing 6 - 8 hari. Ada 3 jenjang training yakni Basic Training, Intermediate Training, dan Advanced Training

Ta'lim

Ta'lim merupakan sarana pembinaan keislaman kader secara berkelanjutan. Terdapat 3 jenjang ta'lim yakni Ta'lim Awwal, Ta'lim Wustha, dan Ta'lim 'Aly

Kursus

Melalui kursus kader PII diberikan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan baik dalam bidang keislaman, kepemimpinan, maupun ilmu pengetahuan. Terdapat banyak paket kursus di PII seperti Forum Perkenalan Anggota (Foperta), Belajar Islam Bersama (BIB), Telaah Nilai Kepribadian Muslimah (TNKM), Pendidikan Kader Tunas (PKT), Latihan Intensif Brigade (LIB), Latihan Brigade Tingkat Dasar (LBTD), Latihan Brigade Tingkat Lanjut (LBTL), Forum Pacu Prestasi Studi (Forpasdi), Pendidikan Muallim, Pendidikan Pemandu, Pendidikan Instruktur Dasar dan Lanjut, serta banyak kursus lainnya.

Kerja sama Internasional

Sejak lama PII telah membuka kerja sama internasional dengan berbagai lembaga pelajar yang ada di berbagai negara. PII adalah pendiri Persatuan Pelajar Asia Tenggara (PEPIAT) bersama dengan PKPIM di Malaysia. PII juga anggota pendiri di International Islamic Federation of Students Organization (IIFSO), anggota di World Assembly of Muslim Youth (WAMY), dll. Pada tahun 1995, Ketua Umum PB PII Abdul Hakam Naja terpilih sebagai Financial Secretary IIFSO. Setelah itu pada tahun 2007, Ketua Umum PB PII Muhammad Zaid Markarma terpilih sebagai Sekretaris Jenderal PEPIAT.

Alumni PII

Lambang Perhimpunan Keluarga Besar PII
Sebagai organisasi kader, masa aktif di PII sangat terbatas hanya pada usia sekolah/mahasiswa. Setelah itu, seorang kader menjadi alumni PII dan dikenal sebagaiKeluarga Besar PII. Sebagian alumni PII melanjutkan aktivitasnya di organisasi atau lembaga lain sehingga seringkali lebih dikenal sebagai tokoh di lembaga tersebut. Sebagian besar alumni PII tahun 1960-an identik dengan alumni HMI selain ada juga yang menjadi anggota IMMPMII, dan lainnya. Selanjutnya sebagian melanjutkan ke jalur politik namun cenderung tidak monolitik sehingga tersebar di berbagai Partai Politik mulai dari Parpol Islamis sampai Parpol Sekular. Di samping jalur politik, tidak sedikit di antara mereka menjadi kaum profesional, pegawai, pengusaha, guru, tentara, pendakwah, pekerja sosial, dan lainnya. Beberapa alumni PII antara lain Adi Sasono (ICMI), Umar Anggara Jenie (Peneliti Senior), Sugeng Sarjadi (SSS), Utomo Danajaya (Paramadina), Jimly AsshiddiqieHatta RajasaSutrisno BachirGanjar Kurnia (Rektor Universitas Padjajaran), Taufiq Ismail (Penyair), Ebiet G. Ade (Penyanyi), Sofyan Djalil (Profesional), KH. Cholil Ridhwan (MUI), Arief Rachman (Pakar Pendidikan), Hasyim Muzadi (NU), Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden RI), Mustafa Abubakar, (Meneg BUMN), AM FatwaTifatul Sembiring(Menkominfo), Hidayat Nur Wahid mantan Ketua MPR 2004-2009, Muhammad Yusuf Asy'ari mantan Menag Perumahan Rakyat Kabinet Bersatu Jilid I dan MS Kabanmantan Menhut Kabinet Bersatu Jilid I.
Sebagai sarana komunikasi antar alumni PII, sejak 23 Mei 1998 dibentuk suatu wadah Perhimpunan Keluarga Besar PII (Perhimpunan KB PII) yang menggalang sinergitas antar alumni PII dari berbagai sektor. Perhimpunan KB PII pernah dipimpin oleh Letjend (Purn) Z.A. Maulani(1998-2001; 2001-2005), Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid (2005-2008), dan DR.Tanri Abeng (2008-2011) sebagai Ketua Umum. Saat ini Perhimpunan KB PII dipimpin oleh Ketua Umum Soetrisno Bachir untuk periode 2011-2015.

Daftar Pimpinan Perhimpunan KB PII dari masa ke masa

NoKetua UmumSekretaris JenderalDariSampai
1Letjend (Purn) Zaini Azhari MaulaniDrs. Hidajat19982001
2Letjend (Purn) Zaini Azhari MaulaniDrs. Hidajat20012005
3Prof. DR. M. Ryaas RasyidDrs. M. Natsir Zubaidy20052008
4DR. Tanri AbengDrs. A. Rasyid Muhammad20082011
5Soetrisno Bachir, SEDR. Djayadi Hanan, S.Sos, M.Si, MAIA, MA20112015
Different Themes
Written by Lovely

Aenean quis feugiat elit. Quisque ultricies sollicitudin ante ut venenatis. Nulla dapibus placerat faucibus. Aenean quis leo non neque ultrices scelerisque. Nullam nec vulputate velit. Etiam fermentum turpis at magna tristique interdum.

Newer Post
This is the last post.

0 komentar